Alasan Kenapa Seseorang Bisa Overthinking Dan 2 Cara Menghadapinya
Rasa tidak bahagia memang masalah yang cukup pelik, tapi umum dirasakan di zaman sekarang. Beberapa laporan memang menunjukkan kalau dalam beberapa tahun terakhir tingkat kebahagiaan meningkat, tapi di lapangan tidak sedikit orang yang mengeluhkan susahnya buat bahagia di zaman sekarang. Baik itu curhatan dari orang-orang terdekat, sampai laporan juga dari orang lain. Alasan seseorang overthinking ada macam-macam, ada yang ada yang menyesali keputusan hidup, dan ada yang tidak bisa move on.
Penyebab seseorang overthinking
Nah, kenapa sih di dunia yang katanya makin hari seharusnya semakin sejahtera, makin happy kok masih ada banyak orang yang susah untuk bahagia. Mungkin salah satu di antaranya adalah Anda. Nah, pendapat seorang professor psikologi asal Amerika bernama Barry Schwartz yang bilang kalau alasan kita susah bahagia sebenarnya adalah karena kita punya terlalu banyak pilihan di zaman sekarang ini. Nah, apa tuh maksudnya? Well, mungkin Anda pernah mendengan istilah “Paradox of Choice?” Meski teori ini udah cukup lawas ya, tapi sebenernya ini makin relevan seiring dengan kemajuan teknologi informasi sekarang.
Menurut Barry Schwartz, premis utama dari teori ini adalah terlalu banyak pikiran itu sebenernya bikin manusia jadi tidak bahagia Nah, dia tidak bilang banyak pilihan itu jelek, tapi ya terlalu banyak pilihan itu yang bisa jadi bikin kita jadi ga bahagia. Kenapa? Karena terlalu banyak pilihan bikin kita makin pusing buat memilih suatu hal dan setelah milih juga kita jadi kurang puas sama pilihan kita.
Biar makin jelas berikut contohnya. Ada seorang teman Anda mau ganti HP, kemudian searching buat liat model-model HP dan seri yang lagi beredar di pasaran. Lima menit searching, wah dia mulai overwhelmed, mulai nanya-nanya ternyata pilihan HP itu sudah sevariatif itu di zaman sekarang. Fitur dan spesifikasi yang macam-macam dibandingkan dulu waktu pertama kali mungkin kita semua punya HP dengan fitur standar komunikasi saja, yang penting bisa telfon sama SMS. Beda sama sekarang, perkembangannya makin kompleks dan pertimbangannya juga makin kompleks Ada RAM, OS, kamera, baterai, suaranya, layarnya, belum lagi kayak aplikasinya, dan lain sebagainya. Jangankan kita milih merek, milih seri dari merek yang sama aja bisa jadi bikin kita pusing, walau memang semakin banyak fungsinya dan banyak manfaatnya.
Contoh di atas tersebut baru sebuah kasus sederhana kayak beli HP, belum lagi pilihan lain kayak pilihan jurusan kuliah, karir, memilih tempat tinggal sampai bahkan memilih pasangan yang semakin lama semakin banyak kriteria. Ironisnya adalah selama ini kita percaya kalau memperbanyak pilihan akan bikin kita lebih bebas dan akan timbul kebahagiaan dan kita malah membandingkan juga sama pilihan orang lain. Jadinya paradoks begitu, kan? Jadi, dimana nih masalahnya? Kenapa bisa kayak seperti itu, ternyata membuat keputusan ketika pilihannya banyak emang butuh usaha kognitif yang lebih.
Pikiran kita akan disuguhi banyak informasi buat dianalisis supaya bisa menentukan mana pilihan yang terbaik. Nah, hal ini bikin otak kita lelah karena kapasitas otak buat mengolah informasi terbatas. Makanya kalau menurut professor Schwartz, terlalu banyak pilihan itu malah bikin kita jadi tidak berdaya daripada merasa bebas.
Bagaimana cara menghadapi overthinking
Ketika seseorang merasa kalau apa yang dipilih adalah pilihan yang harusnya paling sempurna dan ketika ada sedikit aja hal kurang enak dari pilihan kita, muncul kekecewaan, dan pikiran ‘kalau saja saya milih yang itu, ini ga akan terjadi deh kayaknya. Dan dari aspek yang kedua ini nyambung ke yang ketiga, akhirnya kita menyalahkan diri sendiri karena kita merasa sudah membuat keputusan yang salah. Nah, kira-kira seperti tersebut, kenapa kebanyakan pilihan justru membuat susah bahagia. Yang ada malah bikin overthinking ketika akan memilih dan menyesal pas udah memilih.
Fakta yang ada adalah kita hidup di zaman ini dan pilihan akan makin banyak. Terus harus bagimana, dong? Well, tenang aja, ada beberapa hal yang bisa untuk dilakukan.
Membatasi diri dari pilihan
Pertama, kalau Anda merasa tidak bisa menangani terlalu banyak pilihan, ya batasi diri biar tidak terekspos oleh terlalu banyak pilihan. Ya, kita kan udah tau ya banyak pilihan justru bisa menjadikan kita menderita? Jadi, batasi saja misalnya, coba beli baju dengan warna yang diinginkan saja. Sebenarnya baju apa yang harus saya pakai di hari ini atau besok. Anda juga bisa mulai menetapkan prioritas dan tujuan hidup supaya lebih gampang menentukan ke hal-hal apa Anda mau mengekspos diri Anda sendiri ke pilihan yang mana karena ada banyak sekali pilihan di dunia ini.
Belajar mengelola ekspektasi
Kedua, Anda bisa mulai untuk belajar mengelola ekspektasi dengan beharap Anda bisa memperoleh pilihan yang sempurna, walaupun itu sebenarnya bisa jadi kurang realistis apalagi saat kita punya banyak referensi. Sebagus apapun pilihan Anda, pasti ada aja yang lebih bagus, pasti ada aja minusnya dibandingkan pilihan lain makanya mungkin Anda bisa terapkan untuk mencoba lebih objektif dalam menilai hasil pilihan Anda. Harus diakui ini memang tidak mudah. Ya, otak kita itu by default emang lebih peka sama hal-hal yang negatif, tapi kita bisa kok untuk ngelatih otak kita buat lebih imbang dalam melihat sesuatu.
Salah satunya adalah dengan latihan memfokuskan diri dengan hal baik yang terjadi di keseharian kita misalnya dengan cara menulis gratitude journal. Biar apa? Ya, supaya ketika saatnya nanti Anda membuat keputusan maka sudah terbiasa untuk lebih objketif buat melihat pilihan. Anda akan sadar kalau pilihan Anda tidak jelek-jelek amat, dan sudah membuat keputusan yang positif karena telah belajar untuk mensyukuri hal-hal yang positif.
Nah, buat Anda yang sebenernya memang merasa overthinking terus, sebenernya itu adalah hal yang wajar dan kebahagiaan kita pun akhirnya sering banget direnggut oleh kebiasaan overthinking itu, apalagi di saat-saat crucial ketika Anda harus memutuskan sesuatu buat hidup Anda. Jika memang membutuhkan pendampingan maka Anda bisa mempertimbangkan layanan dari lembaga psikologi jogja atau jasa Psikolog Jogja secara online maupun tatap muka langsung.